Thariqah adalah pertama, untuk
meningkatkan kedudukan atau maqamatil ‘ubudiyyah secara individu,
sehingga sadar dan meningkatkan kesadaran apa saja kewajiban-kewajiban
yang diperintah oleh Allah dalam meningkatkan taat kepada syari’atillah
yang disertai khidmah (pengabdian) kepada Allah Ta’ala. Kedua,
meningkatkan ketaatan dan khidmahnya kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang disertai mahabbah (cinta) kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Ketiga, mengetahui dan mengerti thariqah sebagai pengantar menuju jalan
Allah dan Rasul-Nya. Keempat, thariqah adalah menghasilkan buah bernama
tasawwuf dalam rangka tashfiyatul quluub (membersihkan hati) wa
tazkiyatun nufus (menyucikan jiwa).
Penyakit hati diantaranya dengki atau hasad, sombong (takabbur), riya’,
dan lupa kepada Allah serta lupa kepada Rasul-Nya. Sehingga, menyebabkan
individu tidak mencapai maqamatil ihsan karena iman yang ada di qalbu
(hati) cahayanya (yang sebenarnya mampu menerangi rongga-rongga hati,
kedua mata, kedua telinga, mulut, tutur kata, kedua tangan, dan kedua
kakinya, serta membersihkan darah yang banyak mempengaruhi pertumbuhan
fisik organ tubuh dari sebab darah yang kotor tersebut mampu
mempengaruhi kejernihan pola pikir), menjadi gelap atau keruh yang
akhirnya bisa berpengaruh dan menjadi sebab terjadinya kesempitan dan
ketidak jernihan dalam menafsirkan Al Quran, Hadits, dan perkataan
salafuna ash-shalihin (dalam nasehat atau kitabnya).
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan suatu alat ialah wudlu’ dengan air atau tayammumdengan debu untuk menjadi sarana bersuci. Akan tetapi, karena wudlu tersebut kurang mampu menembus bathiniyahnya, sehingga wudlu’ tersebut hanya bagian syarat shalat dan lainnya, dari yang wajib sampai yang sunnah. Apabila wudlu’ tersebut mencapai bathiniyahnya, semua yang diwudlui akan mempengaruhi jiwa dan badannya, sebab menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak terpuji di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bila kita mau berpikir, alat pembersih badan adalah air, mulai dari mandi biasa sampai mandi besar serta wudlu’. Tubuh kita secara fisik telah dibersihkan dengan air tersebut. Dihitung mulai dari per hari mandi berapa kali, wudlu berapa kali, cuci muka berapa kali, sampai alat-alat rumah tangga sangat memerlukan peranan air.
Pertanyaannya, berapa kalikah kita setiap hari mencuci hati? Sadar atau tidak, bila kita tidak mandi satu hari, dua hari, atau tiga hari, dan tidak berganti pakaian, secara logika tidak betah karena bau yang ada pada dirinya atau pakaiannya. Bagaimana bau hati kita yang tidak pernah dicuci? Tebalnya kotoran hati tersebut tidak bisa kita bayangkan!!! Akan tetapi, Allah Ta’ala Maha Pemurah. Seandainya Allah Ta’ala tidak menutupi bau tersebut, jangankan lagi orang lain, dirinya sendiri tidak mampu menahan baunya, tiada satu alat yang mampu untuk membersihkan hati itu semua terkecuali thariqah, yang mana isinya dari mulai istighfar, shalawat, dan dzikir khususnya. Apabila melihat keterangan tersebut di atas, maka wajib hukumnya masuk thariqah. Akan tetapi, kalau sekadar belajar untuk aurad (dzikir/wiridan), menambah nilai ibadah, maka sunnah hukumnya masuk thariqah.
Thariqah mempunyai jalur silsilah, artinya kalimah thayyibah yang diamalkan mempunyai silsilah atau sanad dari guru mursyidnya sampai kepada Rasulullah SAW dan Allah Ta’ala. Dari silsilah tersebut yang melalui para pembesar para walinya, dari Allah dan Rasul-Nya, maka mengalir madaad (anugerah), al-fuyuudl al-asraar, rahasia dan asrar, dan beberapa rahasia yang sampai kepada para murid atau para muriidiin. Dari sebab madaad tersebut, sangat berpengaruh mendorong mencapai kepada wushul artinya sampai tujuan kepada Allah, an ta’budallaha ka-annaka taraah, fa in lam takun taraahu, fa innahuu yarak (Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka kamu merasa dilihat-Nya). Dari situ bisa meningkatkan maqamatil ‘ubuudiyyah sebagaimana tersebut di atas, sehingga akan menjadi sebab hamba Allah tersebut selamat dari ke-suu-ul khatimah-an. Wallahu A’lam.
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan suatu alat ialah wudlu’ dengan air atau tayammumdengan debu untuk menjadi sarana bersuci. Akan tetapi, karena wudlu tersebut kurang mampu menembus bathiniyahnya, sehingga wudlu’ tersebut hanya bagian syarat shalat dan lainnya, dari yang wajib sampai yang sunnah. Apabila wudlu’ tersebut mencapai bathiniyahnya, semua yang diwudlui akan mempengaruhi jiwa dan badannya, sebab menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak terpuji di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bila kita mau berpikir, alat pembersih badan adalah air, mulai dari mandi biasa sampai mandi besar serta wudlu’. Tubuh kita secara fisik telah dibersihkan dengan air tersebut. Dihitung mulai dari per hari mandi berapa kali, wudlu berapa kali, cuci muka berapa kali, sampai alat-alat rumah tangga sangat memerlukan peranan air.
Pertanyaannya, berapa kalikah kita setiap hari mencuci hati? Sadar atau tidak, bila kita tidak mandi satu hari, dua hari, atau tiga hari, dan tidak berganti pakaian, secara logika tidak betah karena bau yang ada pada dirinya atau pakaiannya. Bagaimana bau hati kita yang tidak pernah dicuci? Tebalnya kotoran hati tersebut tidak bisa kita bayangkan!!! Akan tetapi, Allah Ta’ala Maha Pemurah. Seandainya Allah Ta’ala tidak menutupi bau tersebut, jangankan lagi orang lain, dirinya sendiri tidak mampu menahan baunya, tiada satu alat yang mampu untuk membersihkan hati itu semua terkecuali thariqah, yang mana isinya dari mulai istighfar, shalawat, dan dzikir khususnya. Apabila melihat keterangan tersebut di atas, maka wajib hukumnya masuk thariqah. Akan tetapi, kalau sekadar belajar untuk aurad (dzikir/wiridan), menambah nilai ibadah, maka sunnah hukumnya masuk thariqah.
Thariqah mempunyai jalur silsilah, artinya kalimah thayyibah yang diamalkan mempunyai silsilah atau sanad dari guru mursyidnya sampai kepada Rasulullah SAW dan Allah Ta’ala. Dari silsilah tersebut yang melalui para pembesar para walinya, dari Allah dan Rasul-Nya, maka mengalir madaad (anugerah), al-fuyuudl al-asraar, rahasia dan asrar, dan beberapa rahasia yang sampai kepada para murid atau para muriidiin. Dari sebab madaad tersebut, sangat berpengaruh mendorong mencapai kepada wushul artinya sampai tujuan kepada Allah, an ta’budallaha ka-annaka taraah, fa in lam takun taraahu, fa innahuu yarak (Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka kamu merasa dilihat-Nya). Dari situ bisa meningkatkan maqamatil ‘ubuudiyyah sebagaimana tersebut di atas, sehingga akan menjadi sebab hamba Allah tersebut selamat dari ke-suu-ul khatimah-an. Wallahu A’lam.
Penulis : Syukron Ma’mun, S.Pd.
• Disampaikan oleh Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya kepada Pengurus Muslimat Thariqah Jawa Timur.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !